Rabu, 18 Agustus 2010

Surat untuk nanti (yang semoga tidak pernah ada)

: Zhije

Apa kabar zhije? Masihkah kau menyulam canda dibalik lirikmu? surat ini tak perlu kamu baca sekarang, surat ini untuk nanti, untuk hari dimana jika tiba waktunya, kita akan merasakan penat yang teramat sangat menghadapi masing2 hati kita. Untuk hari dimana bila tiba waktunya, kita menjadi saling tidak berambisi, untuk hari yang mungkin akan pernah ada, tetapi semoga tidak pernah terjadi. Jika hari itu tiba, bacalah lagi suratku ini, agar kamu tahu, kita pernah ada di titik sebahagia ini pada satu waktu.

Kamu tahu Zhije, ada sebuah kejutan yang Tuhan kirimkan lewatmu. Bagaimana bisa aku merasa begitu mengenalmu dalam waktu seminggu, bagaimana bisa aku mulai mengumpulkan memori2 tentang kamu di otakku, ketika kita tertawa menertawakan masing2 cara ketawa kita, ketika kita tertawa menertawakan kebodohan diri kita sendiri, ketika kita bertukar bahasa, beradu rasa, haha percaya atau tidak, aku akan terus mengulum senyum setiap mengingatmu.

Aku jatuh cinta padamu Zhije, bukan cuma sekali, berkali2, bahkan setiap kali menatapmu, setiap kali menunggumu, setiap kali menuliskan sesuatu untukmu, setiap kali menerima pesanmu, setiap kali membayangkanmu, pun sekedar mendengarkan deru nafasmu di balik telefon genggam, saat kita sama2 gila, membiarkan telefon itu menemani tidur kita, agar kita tetap merasa dekat. Padahal logikanya, kita sebelumnya memang tak pernah sedekat itu. kamu benar2 menyihirku, menyihir inginku.

Aku rindu padamu Zhije, bukan cuma satu waktu, di semua waktu, bahkan sedetik setelah kita meletakkan telefon, sedetik setelah mobilmu melaju, sedetik setelah aku hanya bisa menatap punggungmu, sedetik setelah kamu menyudahi candamu, pun sedetik setelah aku menghabiskan membaca pesanmu. saat kita sama2 gila, erat saling menggenggam tangan membelah malam, agar kita selalu punya waktu untuk bersama. Padahal logikanya, seminggu yang lalu kita masih saling tak tahu. kamu benar2 mendekapku, mendekap asaku.

Jika suatu hari nanti, rasamu tiba2 hampir basi, ingatlah bagaimana cara masing2 kita melempar senyum pertama kali, ntah apa rasa dibalik yang ingin kita perlihatkan, ketika kita mati2an berusaha terlihat tanpa cela, ketika kita memulai obrolan pertama kita di pagi buta, bagaimana pertama kali kamu menelponku, dan bagaimana pertama kali tawa kita pecah. Apakah kamu tidak merindukannya? ketika kita membunuh kaku di waktu subuh. semoga ini akan menghangatkan rasamu kembali, semoga ini akan mengurungkan basi, dan semoga nanti yang ini tidak akan pernah terjadi.

Jika suatu hari nanti, kamu memendam amarah yang hampir buncah, diamlah sejenak. Coba ingatlah bagaimana cara kita masing2 melerai tawa, mengikat kelingking tanda baikan dan perjanjian kita. Kamu ingat kan saat aku ingin menendang waktu? agar dia berhenti sejenak, agar aku bisa menikmati sisa2 kebersamaan kita malam itu. Kamu tahu saat itu aku berkata benar kan? Kamu tahu betapa saat itu, aku takut merindu. Ingat perasaan yang membuncah ruah saat kita menyebutkan janji, betapa hari itu, hari ini, dan hari nanti aku ingin selalu menyayangimu. Ingat juga pertama kali tangisanku kamu redakan di ujung dalu, nyaman nian kan zhije? senangnya aku berjumpa denganmu. Semoga ini akan meredam amarahmu kembali, semoga ini akan menyuntingmu pada keceriaan kembali, dan semoga nanti yang ini tidak akan pernah terjadi.
Tidak perlu aku tulis semua di surat ini kan sayang? aku cuma ingin mengingatkanmu sebagian, biar memorimu yang mengenang tentang semuanya. biar kamu juga mengulum senyum sepertiku. biar kamu tahu, kita indah, benar2 indah. Jika hari dimana tiba waktunya ini semua, semoga kamu tahu, aku rindu senyummu, aku rindu kamu yang itu.


Zhije, saat semua orang rebutan ingin mencintai pasangannya dengan sederhana.
Aku memilih untuk mencintaimu dengan sempurna.



Yang semoga selalu menjadi milikmu,



(RILUTASA)


“The best thing about me is you” - Shannon CrownPhotography: beckywattheheckyEdited by: fionaiskol
gambar dari sayingimages.com

1 komentar: